Hukum dan Etika
Oleh : Sovi M Sofiyudin, S.H.
Seorang teman bernama Basky Basuki Leksobowo menulis, agar hukum dibuat lebih mengacu pada etika dan bukan pada moral kelompok tertentu. sebab menurutnya kaidah moral hanya berlaku bagi komunitas tertentu. sedangkan etika adalah suatu nilai yang sifatnya universal. yang dalam ranah ilmu pengetahuan etika dijadikan parameter untuk menguji dan menelaah keunggulan nilai-nilai moral tertentu.
Menjadi menarik ketika membicarakan hubungan antara hukum dengan etika. Disatu sisi etika yang lebih mengedepankan kesadaran dan toleransi karena ia bersumber dari akal budi. Sementara disi lain hukum yang bersumber pada kekuasaan, lebih menuntut kepatuhan dan mengandung pemaksaan. Sehingga hampir semua proses penegakkan hukum selalu dilakukan dengan cara-cara kekerasan bahkan kadang sampai pada level pembunuhan. Dan tentu saja semua itu tidak bisa dikatakan etis sama sekali.
Bahkan tadinya sempat saya berfikir bahwa; jika saja manusia sudah ber “etika” seperti yang digambarkan oleh teman saya tadi, maka ia tidak perlu menghasilkan hukum apapun. Kehendak moral atau ideologi tertentu mungkin menginginkan eksistensi hukum, sebab logika hukum adalah logika kapatuhan dan pemaksaan. tetapi etika, ia lebih berbasis kepada akal budi, sehingga hukum tidak perlu ada. karena akal dan budi pekerti yang dilandasi cinta dan kasih sayang menjadi satu-satunya tuntunan hidup yang penuh damai.
Namun dalam praktek, semakin tinggi suatu etika, ternyata itu adalah kekurangannya. Karena ia terlalu lembut dan dianggap lemah oleh gaya hidup jalanan. Etika hanya hadir di tempat-tempat tertentu dimana orang berada dalam keadaan nyaman. Di dalam sebuah bank misalnya. Disana begitu datang kita disambut dengan senyuman dan ucapan selamat datang. Atau di pesta-pesta pernikahkan, ketika semua makanan disajikan secara gratis. Semua perlakuan menempatkan kita sebagai manusia yang dihargai. Walhasil kitapun terdorong untuk juga berlaku secara manusiawi.
Pulang dari bank kita kembali ke jalanan, dan kita dihadapkan kembali pada keadaan dimana kekuatan dan kekuasaan saling berebut. Orang dihadapkan dengan kenyataan yang mengutamakan kepentingan pribadi dan menempatkan orang lain sebagai saingan. Maka disinilah hukum menjadi eksis dan mengambil alih. Menanti dengan ancaman, mengawasi gerak-gerik setiap orang dan sewaktu-waktu dapat muncul tanpa terduga. Seperti sebuah permainan yang mematikan, horor, seram dan menegangkan.
Baca Juga : Perlunya Kesadaran Individu Tentang Hukum
Selanjutnya kita dapat simpulkan bahwa hukum dengan etika ternyata bertolak belakang. Namun kedua-duanya dibutuhkan. Sehingga tulisan teman saya tadi, bagi saya adalah suatu pertanyaan, dan pertanyaan itu adalah; dapatkah hukum dibuat dan didasarkan pada etika yang bersumber dari akal budi?
the inventiveness, the dynamism of love possessed by the best. precisely because love knows no limits, it is obvious that the legal order will never finished. every phase in the history of justice sounds the arrival of new phase, new perfection, given to society and, after them the society himself to see new demand of love as objective. _ W. Luijpen (1922–1980)
Penulis adalah Ketua PBH Peradi Tasikmalaya 2017-2022