
oleh : Andi Ibnu Hadi, S.H., M.H – Ketua DPC PERADI Tasikmalaya
Melihat cara suatu negara mengatur organisasi advokat, mungkin kita bisa mencontoh dari Negara Belanda yang tentunya bisa membawa manfaat baik negara kita. Struktur dan kompetensi organisasi Advokat di Belanda seperti layaknya struktur sebuah negara demokrasi perwakilan.
Organisasi Advokat Belanda berdasarkan wilayah dibagi menjadi dua bagian yaitu Organisasi Advokat tingkat pusat yaitu Nederland Orde Advocaten (NOvA) dan organisasi ditingkat local (distrik). Kedua organisasi ini memiliki struktur, badan-badan dan kewenangan yang berbeda. Struktur Organisasi Advokat belanda di tingkat pusat terbagi menjadi Dewan Umum (General Council), Presiden Advokat Belanda, (The Presiden of Nederland Bar), Dewan perwakilan, Dewan Penasehat dan Dewan Pengawas.
Dewan umum dalam pendekatan teori pembagian kekuasaan adalah sebagai lembaga eksekutif, Dewan Perwakilan sebagai Lembaga legislatif, dan Dewan Penasehat dan Dewan Pengawas sebagai Lembaga Yudikatif. Kedudukan dan fungsi Dewan Perwakilan sangat strategis bukan saja terbatas pada kebijakan yang mengatur tentang Advokat di Belanda, namun keputusan tentang peraturan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan memiliki derajat yang sama dengan peraturan perundang-undangan.
Hal ini dapat dicermati dari prosedur pemberlakuan peraturan yang ditetapkan oleh Dewan perwakilan selanjutnya di serahkan kepada Menteri Keamanan dan Kehakiman dan diumumkan dalam Lembaran Negara, “…Verordeningen worden na vaststelling onverwijld medegedeeld aan Onze Minister voor Rechtsbescherming en gepubliceerd in de Staatscourant” (Advocatenwet, Artikel 28 (4)).
Dalam penyusun suatu peraturan tentang Advokat Dewan Perwakilan mengadopsi segala masukan baik dari Dewan Penasehat yang mayoritas bukan advokat dan dari pengurus Organisasi Advokat ditingkat Distrik. Namun demikian Dewan Perwakilan tidak merumuskan peraturan tentang Presiden dan Dewan Pengawas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan antara hak dan kewajiban Advokat sebagai anggota pada Organisasi Advokat dditingkat distrik dan Organisasi Advokat belanda sebagai Badan Publik sebagaimana diataur dalam Undang-Undang Advokat (Advocatenwet).
Sejalan dengan perbandingan Komposisi dan Kompetensi Organisasi Advokat Belanda tersebut, kiranya dapat menjadi inspirasi dalam penyelesaian polemik organisasi Advokat di Indonesia yang telah berdampak pada menurunnnya kualitas Advokat di Indonesia. Komposisi dan Kompetensi organisasi Advokat ini sebagian pihak memandang memiliki kesan dengan Dewan Advokat Nasional sebagaimana dirumuskan dalam Revisi Undang-Undang Advokat yang sontak mendapat aksi penolakan dari Advokat anggota PERADI.
Namun demikian ada perbedaan yang mendasar terkait kedudukan Organisasi Advokat Belanda dan Organisaasi Advokat dalam Rumusan revisi Undang-Undang Advokat Indonesia. Perbedaan tersebut adalah pada hubungannya dengan Lembaga formil negara dan pendanaan organisasi. Dalam draft revisi perubahan Undang-Undang Advokat, kepengurusan atau personil Organisasi Advokat atau juga disebut sebagai Dewan Advokat Nasional ada campur tangan kekuasaan pemerintah, seperti dalam hal pengangkatan dan pembiayaan, sementara pada Organisasi Advokat Belanda sama sekali tidak ada campur tangan kekuasaan pemerintah.
Terkait dengan hal tersebut sudah barang tentu Indonesia tidak dapat mengadopsi seluruhnya dari Undang-Undang Advokat Belanda. Mengingat latar belakang sekarang, kondisi sosiologis dan antropologis Advokat Indonesia yang memiliki akar budaya yang berbeda, tentunya peraturan hal ikhwal Advokat dan Organisasi Advokat dapat diselaraskan dengan budaya hukum Indonesia, sehingga Revisi Undang-Undang Advokat yang seyogyanya mendesak dilakukan dapat efektif dilaksanakan.