Kajian

Kaidah Hukum Yurisprudensi Perdata (Bagian 1)

Disusun oleh :
Jajat Sudrajat, S.H., M.H. 
Abdulloh Aziz, S.H.
(Advokat DPC PERADI TASIKMALAYA)

1. Putusan MARI No.1875 K/Pdt/1984

Penggabungan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan Perbuatan Inkar Janji
Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata tidak dibenarkan digabungkan dengan Perbuatan Ingkar Janji (wanprestasi) berdasarkan 1243 KUHPerdata dalam satu gugatan menurut tertib beracara perdata, keduanya harus diselesaikan secara tersendiri.

2. Yurisprudensi MA tgl 03- 12-1974 No. 1043 K/Sip/1971

Kekuatan bukti surat yang tanda tangannya diakui.
Dalam surat perjanjian sewa menyewa penggugat mengakui telah menerima dari tergugat penyetoran sebanyak Rp. 1.625.000,- sebagai pembayaran kontrak sewa dan tanda tangan dalam perjanjian ini diakui sebagai tanda tangannya sendiri. Dengan adanya pengakuan tersebut menurut ps 1875 BW, surat perjanjian itu mempunyai kekuatan bukti yang sempurna tentang isinya seperti akte otentik, sehingga kwitansi sebagai tanda penerimaan uang tersebut tidak diperlukan lagi.

Pasal 1875 KUHPerdata :
Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu.

3. Putusan Mahkamah Agung tgl 03-02-1960 No. 34 K/Sip/1960

Surat ketetapan pajak tanah.
Surat “petuk” pajak bumi (sekarang PBB pajak bumi dan bangunan) bukan merupakan suatu bukti mutlak bahwa tanah sengketa adalah milik orang yang namanya tercantum dalam surat pajak bumi bangunan tersebut .

4. Putusan Mahkamah Agung tgl 25-06-1973 No. 84 K/SIP/1973

Surat ” letter C ” tanah.
Catatan dari buku desa ( Letter C ) tidak dapat dipakai sebagai bukti hak milik jika tidak disertai bukti bukti lainnya.

5. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1072 K/Sip/1982 ; Tanggal 01-08-1983

Gugatan ditujukan kepada yang menguasai barang sengketa.
Apabila ada banyak penggugat ( penggugat I, penggugat II, dst ) atau banyak tergugat ( tergugat I, tergugat II, dst ). Gugatan cukup ditujukan kepada yang secara nyata menguasai barang sengketa.

6. Putusan Mahkamah Agung Nomor 475 K/Sip/1981 ; Tanggal 30-09-1981

Surat kuasa.
Gugatan dalam rekonvensi yang diajukan oleh seorang kuasa yang tidak diberi kuasa untuk mengajukan gugat dalam rekonvensi, harus dinyatakan tidak dapat diterima.

7. Putusan MARI Register Nomor 5096 K/Pdt/1998 ; Tanggal 28 April 2000

Hutang Piutang
Pemberian /pembayaran yang dilakukan dengan bilyet giro kepada sesorang dapat disamakan dengan pengakuan hutang. Dengan demikian terbukti si pemberi mengakui mempunyai hutang.

Ganti rugi atas hilangnya keuntungan yang diharapkan sesuai dengan rasa keadilan besarnya adalah 10 % per tahun terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri sampai hutang dilunasi.

8. Putusan MARI Nomor 83 K/Ag/1999 ; Tanggal 24 February 2000

Ikrar Thalak
Di dalam hal gugatan ikrar talak, dimana pihak ayah-ibu dapat diangkat sebagai saksi dan disesuaikan dengan keterangan pada saksi dari tergugat.

9. Putusan Mahkamah Agung No. 288 K/Sip/1973 ; Tgl 16-12-1975

Pengakuan Sebagai Alat Bukti
Berdasarkan Yurisprudensi tetap mengenai hukum pembuktian dalam acara khususnya pengakuan, hakim berwenang menilai suatu pengakuan sebagai tidak mutlak karena diajukan tidak sebenarnya. Hal bagaimana terdapat suatu pengakuan yang diajukan tidak dengan sebenarnya merupakan wewenang judex facti yang tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi. i.c. Pengadilan Tinggi mempertimbangkan : bahwa pengakuan tergugat I – turut terbanding, yang memihak pada para penggugat-terbandin g, tidak disertai alasan-alasan yang kuat (met redenen omkleed) maka menurut hukum tidak dapat dipercaya.

10. Putusan Mahkamah Agung No. 272 K/Sip/1973 ; Tgl. 27-11-1975

Pengakuan Yang Terpisah
Perkembangan Yurisprudensi mengenai pasal 176 HIR (pengakuan yang terpisah-pisah) ialah bahwa dalam hal ada pengakuan yang terpisah-pisah hakim bebas menentukan untuk pada siapa harus dibebankan kewajiban pembuktian.
Dalam perkara : Sjarifudin Gaffar al Pak Ekut Sapik lawan

11. Putusan Mahkamah Agung No. 117 K/Sip/1956 ; Tgl 12-6-1957

Pengakuan Dengan Tambahan
Dalam hal pengakuan disertai tambahan yang tidak ada hubungannya dengan pengakuan itu, yang oleh doktrin dan jurisprudensi dinamakan “gekwalificeerde bekentenis”, pengakuan dapat dipisahkan dari tambahannya.
Dalam perkara : Boer’I lawan Mohamad Ansor.

12. Putusan Mahkamah Agung No. 907 K/Sip/1972 ; Tgl. 20-8-1975

Surat Keterangan Kepala Desa
Surat-surat bukti yang diajukan penggugat untuk kasasi berupa : keterangan keputusan Kepala Desa Andir tanggal 9 Oktober 1968 yang dikuatkan oleh Camat ; IPD tanggal 3 Desember 1966 No. 282/18 ; peta orm 32 A/410/69 tanggal 10 Oktober 1968 dan peta tanggal 24 April ; bukan merupakan Akte Otentik seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang.

13. Putusan Mahkamah Agung No. 1087 K/Sip/1973 ; Tgl. 1-7-1975

Hukum Pembuktian Di Indonesia
Adalah wewenang judex factie untuk menentukan diterima atau tidaknya permohonan pembuktian.
[Keberatan yang diajukan penggugat untuk kasasi : “bahwa permohonan penggugat asal untuk membuktikan bahwa sawah perkara telah diserobot oleh tergugat asal ditolak oleh hakim yang memimpin pemeriksaan” tidak dibenarkan].

14. Putusan Mahkamah Agung No. 74 K/Sip/1955 ; Tanggal 11-9-1975

Beban pembuktian
Apabila isi surat dapat diartikan dua macam, ialah menguntungkan dan merugikan bagi penanda tangan surat, penanda tangan ini patut dibebani untuk membuktikan positumnya.

15. Putusan MARI : 12 Desember 1976 No.297 K./Sip/1974
Belum diumumkannya PT dalam berita negara, tidaklah berarti bahwa PT belum merupakan badan hukum, melainkan pertanggung- jawabannya terhadap pihak ketiga adalah seperti yang diatur dalam pasal 39 WvK dan hal ini tidaklah mempunyai akibat hukum bahwa PT tersebut tidak mempunyai PERSONA STANDI IN JUDICIO

16. P.T. SURABAYA : 92/1950 Pdt. Tanggal 31 Desember 1951

Penerapan Pasal 1365 BW
Supaya pasal 1365 BW tersebut dapat berlaku, maka tiap-tiap perbuatan atau kealpaan dari seseorang harus ditinjau sendiri-sendiri, sebagai perbuatan atau kealpaan seseorang pribadi hukum [Recht Subject], dan tak dapat dibeda-bedakan apakah perbuatannya itu timbul oleh sebab ia bertindak sebagai kuasanya orang lain, ataupun bertindak untuk diri-pribadi, sebab yang harus ditinjau ialah kesusilaan atau kepantasannya perbuatannya atau kealpaannya untuk menetapkan kesalahannya [SCHULD], kesalahan mana hanya dapat diselidiki dan ditetapkan mengenai diri pribadi seseorang itu, dan tidak pada diri pribadi orang yang memberi kuasa kepadanya.

17. MA : Reg.No.206 K/Sip./1955 Tanggal 10 Januari 1957

Sita Jaminan Bukan PMH
A. Tidaklah benar, bahwa seorang pemohon pensitaan conservatoir dianggap melakukan Perbuatan Melawan Hukum melulu berdasarkan alasan, bahwa gugatan pokok ditolak. In Casu pemhon pensitaan suatu truck dapat dikatakan melakukan Perbuatan Melawan Hukum, oleh karena kini truct tersebut merupakan alat yg diperlukan oleh tergugat dalam melakukan perusahaan pengangkutan, sedang penggugat berdiam saja membiarkan pensitaan truct itu [lihat pasal 197 ayat 8 H.I.R.].
B. Dalam hubungan intergentiel mengenai perbuatan melawan hukum, Hukum Adat dianggap berlaku oleh karena lebih luwes dari pada hukum BW. Menurut hukum Adat kerugian selaku akibat perbuatan melanggar hukum, tidak selalu harus seluruhnya diganti oleh si-pelanggar hukum, melainkan dibuka kemungkinan membebankan sebagian dari kerugian kepada si penderita.

18. Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 4K/Sip/1958 Tanggal 13 Desember 1958
Syarat mutlak untuk pengajuan gugatan terhadap orang lain di Pengadilan adalah bahwa harus ada perselisihan hukum yang timbul dari adanya hubungan hukum.

19. Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 1875 K/Pdt/1984, tanggal 24 April 1986
Penggabungan gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan Perbuatan Ingkar Janji (Wanprestasi) tidak dapat dibenarkan dalam tata tertib beracara dan harus diselesaikan secara tersendiri pula.

20. Putusan Mahkamah Agung tgl. 17-10-1973 No. 525 K/Sip/1973
Keberatan kasasi: bahwa Hakim banding dalam putusannya lupa mencantumkan tentang pemberian bunga untuk sisa hutang tergugat sedang hal ini telah menjadi pertimbangan hukum dan merupakan keputusan hakim tingkat pertama ; tidak dapat dibenarkan, karena hal itu tidak mengakibatkan batalnya putusan akan tetapi karena bunga itu juga dituntut, diktum putusan Pengadilan Tinggi perlu diperbaiki dengan menambahkan bunga menurut undang-undang sebesar 6% setahun.

21. Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 3591.K/Pdt/1998, tanggal 26 November 1992
Permohonan Sita Jaminan dalam gugatan provisional secara juridis tidak dapat dibenarkan, karena tuntutan Sita Jaminan harus diajukan bersama-sama dengan materi pokok gugatan.

22. Putusan MARI No.901 K/Sip/1974 tanggal 18 Pebruari 1976
Apa yang diterangkan dalam berita acara itu dianggap benar, karena dibuat secara resmi ditandatangani oleh hakim dan panitera pengganti yang bersangkutan kecuali dapat dibuktikan sebaliknya secara hukum.

23. Putusan Mahkamah Agung tgl.5-6-1971 No.46 K/Sip/1969
Apabila dalam hal perkara perdata permohonan banding diajukan oleh lebih dari seorang, sedang permohonan banding hanya dapat dinyatakan diterima untuk seorang pembanding, perkara tetap perlu diperiksa seluruhnya, termasuk kepentingan- kepentingan mereka permohonan bandingnya tidak dapat diterima.

24. Putusan Mahkamah Agung tgl.9-1-1957 No.84 K/Sip/1956
Perlu tidaknya didengar saksi-saksi yang diajukan oleh pembanding adalah wewenang Pengadilan Tinggi.

25. Putusan Mahkamah Agung tgl.29-10-1969 No.427 K/Sip/1969
Dalam hal putusan Pengadilan Negeri yang dibanding baru menentukan mengenai berwenang/tidaknya Pengadilan Negeri mengadili perkara yang besangkutan, maka soal wewenang ini sajalah yang dapat diputuskan dalam tingkat banding.

26. Putusan MA No. : 03 K/KPPU/2002 Tanggal 2 Januari 2003
Putusan KPPU Dilarang Pakai Irah-Irah
Tentang Persaingan Usaha.
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menggunakan irah-irah:
“Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa” adalah Cacat Hukum dan dinyatakan Batal Demi Hukum, karena telah melampaui kewenangannya berdasarkan Pasal 10 UU no. 14 Tahun 1970 dan UU No. 5 Tahun 1999.

27. Yurisprudensi Mahkamah Agung No.10 K/Sip/1983 tanggal 7 Mei 1984
“Penguasaan saja terhadap tanah sengketa tanpa bukti adanya alas Hak (Rechts Titel) dari penguasaan itu belumlah membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah pemilik tanah tersebut ” ;

28. Yurisprudensi MARI No. 775 K/Sip/1971 tanggal 6 Oktober 1971
“Akta Jual Beli di bawah tangan yang disangkal oleh pihak lawan dan tidak dikuatkan dengan alat bukti lainnya, harus dianggap sebagai alat bukti yang lemah.

29. Yurisprudensi MARI No. 916 K/Sip/1973 tanggal 19 Desember 1972
“Dalam Hukum Adat dengan lewatnya waktu saja Hak Milik Adat tanah tidak hapus.

30. Putusan MARI No. 4340 K/Pdt/1986 tanggal 28 Juni 1988
Dalam perkara ini informasi yang bertentangan adalah penjualan yang dilakukan seorang anak atas nama ayahnya, namun tidak disertai Surat Kuasa. Menurut MARI Pembeli tak dapat dianggap beritikad baik, karena seharusnya memeriksa lagi siapa sebenarnya pemilik obyek jual beli tersebut.

31. Putusan MA No. 1816 K/Pdt/1989 TANGGAL 22 Oktober 1992
Pembeli tidak dapat dikualifikasikan sebagai yang beritikad baik, karena pembelian dilakukan dengan ceroboh, ialah pada saat pembelian ia sama sekali tidak meneliti hak dan status para penjual atas tanah terperkara. Karena itu ia tidak pantas dilindungi dalam transaksi itu. Dalam hal penerbitan suatu sertifikat mengandung kesalahan tehnis kadastreal, Mendagri berwenang membatalkan sertifikat berdasarkan pasal 12 jo pasal 14 Perda Mendagri No. 6 Tahun 1972

32. Putusan Mahkamah Agung RI No. 114 K/Pdt/2013.

Jual Beli Tanah Harta Gono Gini
Pemohon kasasi (pembeli) mendalilkan bahwa dirinya adalah pembeli beritikad baik, karena jual beli dilakukan di hadapan notaris, namun menurut Mahkamah Agung karena tanah obyek sengketa adalah harta gono gini dan sebelumnya telah ada putusan pengadilan yang membatalkan akta jual beli berdasarkan hal tersebut, maka permohonan harus ditolak.

33. Putusan Mahkamah Agung RI No. 302 K/ TUN/1999, Tanggal 8 Februari 2000.

Akta Jual Beli Yang Dibuat Ppat Bukanlah KTUN ”
PPAT adalah pejabat tata usaha negara karena melaksanakan urusan Pemerintah berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan (Pasal 1 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1986 jo. Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 dan Pasal 5 Per Men Agraria No. 10 Tahun 1961).
Namun demikian, Akta Jual beli yang dibuat oleh PPAT bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara karena bersifat bilateral (kontraktual), tidak bersifat unilateral yang merupakan sifat Keputusan Tata Usaha Negara.

34. Putusan Mahkamah Agung No.1068K/Pdt/ 2008 tanggal 25 Maret 1976.

Lelang Tidak Dapat Dibatalkan Karena Telah Dilakukan Berdasarkan Putusan Yang Final
Mahkamah Agung memutuskan bahwa pembatalan suatu lelang yang telah dilakukan berdasarkan adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tidak dapat dibatalkan.

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp Informasi