Oleh : Aji Sentosa
(Penulis Adalah Mahasiswa S 1 Prodi HKI STAINU Tasikmalaya)
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang berselisih dalam upaya mencari kesepakatan secara sukarela dalam menyelesaikan permasalahan yang disengketakan. 1 Mediasi yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini mengacu pada proses mediasi yang lebih memperhatikan mediator dalam penyelesaian sengketa perceraian di Pengadilan Agama.
Mediasi di Pengadilan Agama dianggap masih belum efektif dan hanya bersifat formalitas untuk menggugurkan kewajiban, dengan tingkat keberhasilan masih di bawah 20 secara nasional. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor persidangan yang membuat kondisi menjadi emosional sehingga sulit mencari titik temu secara damai, suasana persidangan lebih cenderung mengadili dibandingkan dengan mencari sebuah pemufakatan, pemeriksaan perkara terikat oleh batasan waktu dan aturan hukum acara yang berlaku, sehingga melakukan kaukus pertemuan yang hanya dihadiri oleh salah satu pihak berperkara tanpa dihadiri pihak yang lain untuk menemukan fakta-fakta yang dianggap perlu dalam mediasi ini tidak maksimal dilakukan dan peran Mediator masih belum optimal.
Mediasi yang berperkara dapat gagal disebabkan oleh faktor mediator. Seorang mediator perlu memiliki strategi dan keterampilan tersendiri yang dapat memotivasi pihak-pihak yang bermediasi agar upaya perdamaian dapat tercapai melalui mediasi. Selama ini, mediator hanya menjalankan tugasnya secara normatif dan prosedural saja. Padahal tujuan dari mediasi ini adalah untuk menciptakan rasa keadilan dan kepentingan para pihak, sehingga tidak ada lagi dendam dan dengki dalam masalah yang sedang dihadapi.
Dalam perkembangannya, selain mediator dari kalangan hakim, kehadiran mediator non hakim di lingkungan peradilan agama pun belum membawa perubahan yang signifikan dalam tingkat keberhasilan mediasi. Efektivitas dalam pembahasan mediasi ini dapat diartikan sebagai segala tindakan yang ditujukan guna mencapai tujuan tertentu dengan kebijakan dan hasil yang tepat. Selain itu efektivitas dapat diartikan sebagai hasil kinerja atas keberhasilan yang telah ditetapkan. Dalam hal demikian, mediasi dapat dikatakan efektif jika memenuhi maksud dan tujuan mediasi.
Efektivitas mediator memiliki makna bahwa proses mediasi yang dilaksanakan oleh mediator berhasil memenuhi kebutuhan dalam pencapaian tujuan mediasi sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016. Efektivitas mediator juga bermakna bahwa proses mediasi yang dilakukan mencapai keberhasilan yang sesuai dengan apa yang menjadi harapan para pihak.
Mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya, mediator menggunakan dasar hukum yang ada yaitu Peraturan Mahkmah Agung, perihal tentang Mediasi, hal ini dijelaskan dalam isi surat berdasarkan hasil temuan dalam proses perkara banding dan hasil observasi di beberapa Pengadilan Agama, ternyata masih banyak pelaksanaan proses mediasi baik dalam tahapan-tahapannya maupun teknisnya masih jauh dari tujuan Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2008, sehingga terkesan asal-asalan. Maka diterbitkanlah tahapan-tahapan pelaksanaan mediasi di wilayah Pengadilan Agama Tasikmalaya.
Proses mediasi dalam pelaksanaannya, mediator harus mampu mempunyai kemampuan untuk mengomunikasikan kepada para pihak agar terjadi sebuah perdamaian. Ikhtiar untuk mencapai proses perdamaian ini para Mediator harus menggunakan tahapan-tahapan mediasi di Pengadilan Agama. Mediator di Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya dalam melakukan langkah strategis sebagai berikut
- Sambutan dan pendahuluan oleh mediator, pada saat mediasi berlangsung, mediator dan para pihak memperkenalkan diri masing-masing sesuai dalam bidangnya. Dalam prakteknya, mediator Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya sudah menjalankan sesuai dengan teori yang ada, yaitu sambutan oleh mediator dan penjelasan mengenai mediasi dan pendahuluan dengan mengenalkan mediasi lebih rinci kepada para pihak. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa antara teori dan praktek sudah sejalan sesuai dengan semestinya.
- Presentasi dan pemaparan kondisi-kondisi faktual yang dialami para pihak, dalam presentasi dan pemaparan, biasanya mediator akan memberikan waktu kepada para pihak untuk menjelaskan lebih rinci terkait dengan permasalahan rumah tangga hingga terjadi pengajuan untuk cerai gugat yang dilakukan oleh Penggugat kepada Tergugat, yaitu untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dan dengan suasana yang damai. Sesuai dengan teori, mediator Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya mempersilahkan para pihak untuk memaparkan apa yang dialaminya pada saat berumah tangga sampai terjadinya sengketa pengajuan cerai gugat. Dalam prakteknya, sudah sesuai dan sejalan dengan teori yang ada, maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa antara praktek dan teori sudah sesuai.
- Mengurutkan dan mengidentifikasi secara tepat permasalahan para pihak, dengan adanya pemaparan, kemudian mediator mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga tersebut. Dalam prakteknya, mediator Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya sudah melaksanakan sesuai dengan urutan dan sudah mengidentifikasi masalah para pihak, namun kebanyakandari para pihak tetap tidak mau mengalah dan tetap mempertahankan ego masing-masing untuk tetap bercerai. Maka dari itu, dalam teori dengan prakteknya sudah sesuai, namun terjadi hambatan ketika proses mediasi berlangsung.