Parate Executie

Parate Executie diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (UUHT) dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UUJF).
Parate executie juga terdapat dalam UUHT Pasal 6:
“Apabila debitur cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.“
Dokumen produk PUPN bisa secara parate executie yaitu Pernyataan Bersama (Ps. 10 UU PUPN) dan Surat Paksa (Ps. 11 UU PUPN) yang diikuti dengan surat perintah penyitaan.
Pada lembaga gadai parate excutie diatur dalam pasal 1155 B.W.:
”Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak, kalau si berhutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika telah tidak ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di muka umum menurut kebiasaankebiasaan setempat serta syarat-syarat yang lazim berlaku dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.”
Pada lembaga hipotik parate executie tersebut, diatur dalam pasal 1178 ayat (2):
”Namun diperkenankanlah kepada si berpiutang hipotik pertama untuk, pada waktu diberikannya hipotik, dengan tegas minta diperjanjikan bahwa, jika uang pokok tidak dilunasi semestinya, atau jika bunga yang terutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan menjual persil yang diperikatkan dimuka umum, untuk mengambil pelunasan uang pokok, maupun bunga serta biaya, dari pendapatan penjualan itu. Janji tersebut harus dilakukan menurut cara sebagaimana diatur dalam pasal 1211.”
Referensi:
www.gresnews.com
www.djkn.kemenkeu.go.id
www.readcube.com