Audi Et Alteram Partem
Ada asas yang menjadi landasan dari berlakunya hukum administrasi di Indonesia salah satunya yaitu Audi Et Alteram Partem.
Dalam UU tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 48 Tahun 2009) ternyata belum diatur tentang Prinsip audi et alteram partem secara khususnya. Tapi dalam peraturan hukum acara perdata, HIR atau RBG pada Pasal 121 ayat (1) dan (2) HIR (145 RBG) ada hanya saja secara samar. Lebih tepatnya pada kalimat “pemanggilan kedua belah pihak” dan “menjawab gugatan” dari Pasal 121 HIR yaitu:
(1) “Sesudah surat tuntutan yang dimasukkan itu atau catatan yang dibuat itu didaftarkan oleh panitera pengadilan dalam daftar yang disediakan untuk itu, maka ketua akan menentukan hari dan jam perkara itu akan diperiksa di muka pengadilan negeri, dan ia memerintahkan pemanggilan ke dua belah pihak supaya hadir pada waktu yang telah ditentukan itu, disertai oleh saksi-saksi yang mereka kehendaki untuk diperiksa, dengan membawa segala surat-surat keterangan yang hendak dipergunakan”.
(2) “Ketika memanggil Tergugat, maka beserta itu hendaklah diserahkan juga sehelai salinan surat tuntutan dengan memberitahukan bahwa ia, kalau mau, dapat menjawab tuntutan itu dengan surat”.
Audi et alteram partem termuat atau tersirat dalam beberapa pasal yaitu:
- Pasal 52 A ayat (1)
- Pasal 53 ayat (1)
- Pasal 58-59
- Pasal 68A ayat (2)
- Pasal 68B ayat (1)
- Pasal 68C ayat (2)
Audi et alteram partem menurut Black’s Law Dictionary mempunyai arti hear the other side, hear both sides. No man should be condemned unheard. Selain itu audi et alteram partem juga dikenal dengan “eines mannes rede ist keines mannes rede, man soll sie horen alle beide”.
Referensi:
jurnalhukum.com
ejournal.balitbangham.go.id
djkn.kemenkeu.go.id