ANALISIS PENGISIAN JABATAN SERENTAK PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
Oleh : Andi Ibnu Hadi, S.H., M.H
Negara Indonesia adalah negara hukum yang dituangkan dalam konstitusi negara. Hans Kelsen mengatakan konstitusi merupakan hukum tertinggi dalam sistem hukum yang menjadi sumber validitas dari norma hukum yang berada dibawahnya. Sebagai hukum tertinggi konstitusi menjadi sumber serta landasan dalam pembentukan peraturanperaturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan negara. Pasca bergulirnya Reformasi tahun 1998, terjadi pergeseran paradigma yang sangat fundamental dalam UUD 1945. Terbukti dalam kurun waktu kurang lebih empat tahun (1999-2002) telah terjadi empat kali amandemen terhadap UUD 1945. Perubahan-perubahan tersebut tentunya membawa implikasi yang variatif terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu agenda yang diusung gerakan Reformasi adalah demokratisasi kehidupan ketatanegaraan di Indonesia.
Hal ini merupakan bentuk ekspresi rakyat Indonesia terhadap pemerintahan Orde Baru yang sangat otoriter dan banyak mendistorsi demokrasi. Sebagai contoh, sistem pemilihan Presiden yang terkesan hanya dilakukan sebagai agenda formal untuk menggugurkan amanat konstitusi belaka. Hak-hak rakyat untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpinnya diabaikan dengan dianutnya MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Sehingga pemilihan Presiden diserahkan sepenuhnya kepada MPR dan hasilnya Presiden yang berkuasa memiliki kekuasaan tunggal yang absolut. Kenyataan tersebut menyebabkan rakyat menuntut adanya perubahan menuju sistem pemilihan Presiden yang demokratis dan aspiratif.
Arus demokratisasi terhadap sistem ketatanegaraan di Indonesia begitu derasnya terjadi pasca reformasi. Salah satunya terhadap sistem pemilihan Presiden. Setelah amandemen ketiga UUD 1945, pemilihan Presiden dilaksanakan secara langsung. Peristiwa ini merupakan suatu kemajuan dalam sistem pemilihan Presiden di Indonesia. Namun, jika ditinjau secara lebih komperhensif, sistem pemilihan Presiden di Indonesia masih belum menunjukkan sistem yang demokratis. Hal tersebut terlihat dari mekanisme jalur pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang hanya mengakomodir pencalonan melalui partai politik saja. Ketentuan ini menutup akses bagi warga negara Indonesia lainnya yang ingin mencalonkan diri sebagai Presiden namun tidak mempunyai kendaraan politik, yakni partai politik. Padahal sebuah negara yang menganut sistem demokrasi tentunya sangat memegang teguh asas kedaulatan rakyat yang menjamin hak-hak seluruh warga negaranya.
Jalur pencalonan lain di luar jalur partai politik belum dapat direalisasikan karena terbentur dan terhalang oleh ketentuan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam dua instrument peraturan perundang-undangan tersebut sangat jelas disebutkan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dengan demikian, perlu saatnya segenap warga neraga Indonesia untuk lebih kritis melihat persoalan penting ini, dalam rangka mewujudkan wajah demokrasi dan konstitusionalitas dalam proses dan mekanisme pemilihan calon kepala Negara. sekaligus Calon Kepala Pemerintah yang akan mewakili Indonesia di Dunia. Tentu untuk mewujudkan itu semua mekanisme pencalonan dan pengisian Presiden dan Wakil Presiden setelah Perubahan UUD 1945 dan dalam sistem pemilihan umum di Indonesia yang lebih demokratis dan Konstitusional.