Oleh : Nenden Mulyani, S.H
Seiring dengan perkembangan teknologi yang serba canggih, yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya, salah satunya dengan adanya handphone/smartphone android yang bisa mengakses berbagai macam aplikasi yang dibutuhkan tidak Cuma telepon, sms, , whatsApp , instagram ataupun lainnya. Dan dari sekian banyak aplikasi ada satu aplikasi yang bisa dengan mudah memberikan pinjaman uang kepada masyarakat, yaitu aplikasi Pinjol (Pinjaman Online).
Sejatinya dalam melakukan peminjaman uang masyarakat (calon debitur) mendatangi kantor atau lembaga keuangan (kreditur) untuk mengajukan pinjaman sejumlah uang, dengan berbagai persyaratan administrasi dan prosedur yang ditempuh dan berakhir dengan penandatanganan perjanjian pinjam meminjam uang atau perjanjian kredit dan setelah itu baru pencairan, akan tetapi dalam aplikasi pinjol ini masyarakat dengan mudah tanpa bersusah payah menyediakan surat-surat administrasi hanya dengan menyerahkan copy identitas (misal KTP/SIM/NPWP) itupun lewat whatsApp dalam tempo 5 menit sejak pengajuan lewat aplikasi ini, uang langsung masuk ke rekening.
Karena mudahnya proses pengajuan pinjaman online ini terlebih dengan desakan kebutuhan masyarakat akan keuangan dimasa pandemi ini, banyak masyarakat yang mengajukan pinjaman tersebut dengan tanpa memikirkan akibatnya, bahkan ada masyarakat yang mengajukan Pinjol ini lebih dari 3 aplikasi Pinjol.
Selintas memang begitu enaknya dalam beberapa menit bisa narik uang via ATM kemudian belanja kebutuhan yang diingikan ataupun untuk kebutuhan lain yang mendesak, akan tetapi dibalik itu semua ternyata survey membuktikan banyak masyarakat yang menjadi korban dengan adanya Pinjol ini, dari mulai pemotongan yang cukup besar dari jumlah pengajuan, waktu pengembalian yang singkat dalam hitungan hari, bunga perhari dan berbagai macam teror dari pihak Pinjol jika peminjam lalai membayar cicilannya.
Terlepas dari kenyataan sosial tersebut, muncul pertanyaan mengenai Pinjol ini jika kita tinjau dari sisi hukum khususnya dalam hal sanksi bagi mereka yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar pinjamannya kepada Pihak Pinjol, kemudian bisakah diproses secara hukum baik pidana ataupun secara keperdataan jika terjadi perselisihan atau debitur tidak melakukan penyicilan pinjamannya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentunya harus dipahami terlebih dahulu apakah dalam peristiwa peminjaman uang secara online ini ada perjanjian diantara Pihak Kreditur dengan nasabah (debitur) ? Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1320 KUHP untuk sahnya suatu perjanjian harus terpenuhi 4 (empat) syarat yaitu :
- Adanya kesepakatan diantara mereka yang bersangkutan
- Adanya Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
- Mengenai sesuatu hal tertentu
- Suatu sebab yang halal
Jika ke-4 syarat tersebut terpenuhi diantara pihak Pinjol dengan calon nasabah pengguna aplikasi Pinjol tersebut, sekalipun persetujuan tersebut via aplikasi Pinjol adalah sah akan tetapi bisakah diproses secara hukum jika terjadi nasabah tidak memenuhi kewajibannya sedangkan diantara yang bersangkutan tidak saling bertemu?
Kemudian, tidak adanya survei dalam prosesnya yang otomatis tempat tinggal nasabah nya-pun tidak diketahui tempatnya cuma tertera dalam identitas KTP saja, kemudian dalam proses hukum secara keperdataan sangat diperlukan bukti formilnya sedangkan dalam Pinjaman secara Online ini tidak ada hitam diatas putihnya (perjanjian tertulis).
Dengan demikian sulit untuk diproses secara keperdataan, begitu pula dengan proses pidana sulit bahkan tidak bisa karena sudah jelas merupakan lapangan hukum keperdataan. Oleh karena hal inilah Pihak Pinjol menerapkan semacam sanksi sosial untuk menarik pihak nasabahnya memenuhi kewajibannya yaitu mengembalikan pinjamannya.
Nah…sanksi sosial inilah yang tidak masyarakat awam sadari kejamnya lebih dari sanksi/hukuman penjara ataupun membayar kerugian, Pihak Pinjol tidak segan-segan meneror nasabahnya dengan cara menghubungi serta memberitahukan ke setiap kontak nomor hp yang ada di ponsel nasabah. Kenapa ini bisa terjadi, jawabannya adalah aplikasi pinjol tersebut tidak akan bisa digunakan jika kita tidak mengizinkan akses yang diinginkan, misalnya aplikasi pinjol dapat mengakses data-data seperti nomor HP. Jadi, dari segi privasi-pun data-data sangat rentan bisa diakses oleh orang lain.
Akibatnya, semua orang ikut terlibat dan mengetahui tentang nasabah yang bersangkutan mempunyai hutang ke Pihak Pinjol, karena sanksi sosial ini ada nasabah yang tertekan, depresi karena malu , untuk membayar-pun jumlah pinjaman berkali-kali lipat karena keterlambatan dikenai bunga dan denda perhari, disini psikologis nasabah yang bersangkutan yang menjadi sasaran sanksi yang diterapkan oleh Pihak Pinjol.
Tulisan ini dibuat agar kita lebih bijak dalam menggunakan aplikasi Pinjol ini, jangan dilihat mudah dan manisnya narik uang via ATM tetapi pikirkan juga akibatnya, yang bisa merusak pikiran kita.
———–000————-