Artikel

Actio Pauliana

Hukum perdata dan hukum acara perdata dilandaskan pada beberapa asas salah satunya yaitu asas actio pauliana.

Menurut sejarahnya, “Actio Pauliana” berasal dari nama seorang ahli hukum Romawi, “Paulus”, penciptanya.

Asas actio pauliana terdapat pada Pasal 1341 KUHPerdata yaitu:

”Meskipun demikian, tiap orang berpiutang (Kreditor) boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan dilakukan oleh si Berutang (Debitor) dengan nama apapun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang (Kreditor) asal dibuktikan, bahwa ketika perbuatan itu dilakukan, baik si berutang (Debitor) maupun orang dengan atau untuk siapa si berutang (Debitor) itu berbuat, mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang berpiutang (Kreditor).

Hal-hal yang diperoleh dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barangbarang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu dilindungi.

Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan Cuma-Cuma oleh si berutang (Debitor), cukuplah si berpiutang (Kreditor) pada waktu melakukan perbuatan itu tahu, bahwa ia dengan berbuat demikian merugikan orang-orang yang mengutangkan kepadanya, tak peduli apakah orang yang menerima keuntungan itu mengetahuinya atau tidak”.

Pada hakikatnya, actio paulina erat kaitannya dengan utang piutang yang terdapat pada Pasal 1131 KUH Perdata yaitu:

”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”

Pengaturan tentang actio pauliana tidak hanya diatur dalam KUHPerdata saja, tapi juga terdapat dalam Pasal 41-50 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (yang selanjutnya disebut UUKPKPU).

Pasal 41 UUKPKPU yang berbunyi:

  • “Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pailit diucapkan.”
  • “Pembatalan tersebut hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, Debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.”

Pasal 1061 juga mengatur tentang actio pauliana tentang warisan yaitu:

“Para kreditur yang dirugikan oleh debitur yang menolak warisannya, dapat mengajukan permohonan kepada Hakim, supaya diberi kuasa untuk menerima warisan itu atas nama dan sebagai pengganti debitur itu. Dalam hal itu, penolakkan warisan itu hanya boleh dibatalkan demi kepentingan para kreditur dan sampai sebesar piutang mereka, penolakkan itu sekali-kali tidak batal untuk keuntungan ahli waris yang telah menolak warisan itu.”

 

 

 

 

Referensi:

kalteng.bpk.go.id

jurnalhukum.com

jhaper.org

yuridis.id

djkn.kemenkeu.go.id

abpadvocates.com

pasalkuhp.blogspot.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp Informasi