Landasan Teori dan Yuridis Fintech di Indonesia

Memahami Konsep Dasar Fintech
Istilah fintech yang merupakan akronim dari financial technology sudah tak asing lagi di dunia bisnis Indonesia beberapa tahun belakangan. Salah satu definisi fintech dari sebuah pusat penelitian digital di Irlandia adalah “innovation in financial services” atau inovasi dalam layanan keuangan. Jika sulit memahaminya, ingat-ingat saja pembayaran dengan uang elektronik anda pagi ini, investasi via online atau pembiayaan dengan patungan online yang anda lakukan bersama teman-teman di situs tertentu. Itulah beberapa contoh penggunaan fintech dalam transaksi keuangan anda. Apapun teknologi yang berkaitan dengan layanan jasa keuangan dapat didefinisikan sebagai financial technology.
Bahwa pada dasarnya internet banking dan penggunaan mesin ATM adalah bentuk inovasi teknologi pada layanan keuangan. Hanya saja, inovasi ini melekat pada perbankan sebagai bagian dari lembaga keuangan konvensional. Fintech yang dimaksud pada masa kini telah mengembangkan berbagai produk serupa perbankan dan jasa keuangan lainnya yang lebih efisien. Sehingga akhirnya menghasilkan industri tersendiri yang produknya beririsan dengan komoditas berbagai lembaga keuangan konvensional. Meskipun adapula produk dari industri fintech yang menggandeng produk dari lembaga keuangan konvensional seperti perusahaan perbankan, investasi, dan perasuransian.
Sebagai industri baru yang muncul akibat kemajuan teknologi membuat aspek hukum fintech masih terus berkembang dan tidak dapat ditampung dengan berbagai regulasi yang ada saat ini. Fenomena ini terjadi pada berbagai sistem hukum di dunia. Apalagi kehadiran fintech yang bersandar pada internet of things membuat industri ini mampu beroperasi melintas batas berbagai yurisdiksi.
Industri fintech ini terdiri dari berbagai start up yang masih dalam tahap perkembangan dengan bergantung suntikan dana investor. Tentunya, para investor menginginkan jaminan hukum bahwa industri ini legal berdasarkan berbagai regulasi tekait. Dan untuk mendapatkan kepercayaan pengguna fintech dalam hal perlindungan konsumen, berbagai produk fintech juga membutuhkan pengakuan dari regulator.
Aspek Hukum Fintech di Indonesia
Di Indonesia saat ini ada dua lembaga yang berwenang mengatur fintech yaitu Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, sejauh ini baru BI yang secara khusus menerbitkan berbagai peraturan soal penyelenggaraan fintech. Berikut pengaturan fintech di Indonesia:
- Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
- Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial
- Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas(Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial
- Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/15/PADG/2017tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial.
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (PBI Tekfin) telah ditegaskan definisi yang digunakan oleh BI mengenai fintech hingga kategori dan kriterianya sebagai berikut:
Definisi Teknologi Finansial/Fintech
Pasal 1:
Teknologi Finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuanganyang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.
Kategori Penyelenggaraan Teknologi Finansial/Fintech
Pasal 3 ayat 1:
- Sistem pembayaran;
- Pendukung pasar;
- Manajemen investasi dan manajemen risiko;
- Pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal; dan
- Jasa finansial lainnya.
Kriteria Teknologi Finansial/Fintech
Pasal 3 ayat 2:
Bersifat inovatif;
Dapat berdampak pada produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis finansial yang telah eksis;
Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat;
Dapat digunakan secara luas; dan
Kriteria lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sementara itu, OJK baru menerbitkan satu pengaturan yang berkaitan dengan salah satu produk fintech melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Sejauh ini telah ada lima kegiatan fintech yang diatur dalam rezim sistem pembayaran dan sistem jasa keuangan di Indonesia sebagai berikut:
PBI No.11/12/PBI/2009 jo. PBI No.16/8/PBI/2014 jo. PBI No. 18/ 17 /PBI/2016 tentang Uang
Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran yang Elektronik (Electronic Money) memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit;
nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip;
digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan
nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam
PBI No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (Payment Gateway
Dompet Elektronik (Electronic Wallet) yang selanjutnya disebut Dompet Elektronik adalah layanan elektronik untuk menyimpan data instrumen pembayaran antara lain alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik, yang dapat juga menampung dana, untuk melakukan pembayaran.
POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Peer to Peer Lending)
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
POJK No. 39/POJK.04/2014 tentang Agen Penjual Efek Reksadana (Marketplace Reksadana)
Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah Pihak yang melakukan penjualan Efek Reksa Dana berdasarkan kontrak kerja sama dengan Manajer Investasi pengelola Reksa Dana.
POJK No. 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi (Marketplace Asuransi)
Perusahaan Pialang Asuransi adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta