Probono

Verifikasi & Akreditasi Bagian Dari Mewujudkan Bantuan Hukum Sejati

Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana dinyatakan pasal 1 ayat (3) UUD 1945 & amandemennya. Sebagai negara hukum, keadilan adalah hal sentral dan selangkah mencapai keadilan tersebut diperlukan akses terhadap keadilan. Bantuan hukum adalah bagian dari membuka akses kepada keadilan. Bantuan hukum juga merupakan pemenuhan Pasal 28H ayat (2) yang berbunyi “setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.

Dalam rangka pemenuhan akses kepada keadilan bantuan hukum perlu menjangkau seluas mungkin, tetapi penting memastikan bantuan hukum tersebut benar-benar tersampaikan dan berkualitas. Perluasan bantuan hukum tidak dapat menjadi alasan untuk mengabaikan pelayanan minimal yang mengikat setiap advokat sebagaimana tertera dalam kode etik, terlebih kualitas bantuan hukum. Esensi bantuan hukum adalah masyarakat terlayani, terbantu masalah hukumnya. Apabila pada kenyataannya bantuan hukum tersebut tidak diberikan, diberikan setengah ataupun diberikan tanpa berkualitas, sama artinya dengan tidak adanya layanan bankum karena peradilan adalah sebuah sistem yang suatu tahap akan sangat menentukan tahapan lainnya. Di sinilah peran verifikasi dan akreditasi.

Salah satu bentuk perluasan hukum lainnya melalui konsep paralegal. Kegunaan paralegal adalah mendekatkan hukum dengan masyarakat, baik itu bahasa, kultur maupun jarak. Dengan demikian diharapkan paralegal menjadi penolong pertama bagi masalah hukum yang dihadapi masyarakat.

Sistem bantuan hukum Indonesia telah dengan sadar memilih organisasi (bukan individu) sebagai pemberi bantuan hukum. Pasal 1 angka 1 UU 16/2011 mengatakan “Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum”. Angka 3 nya menjelaskan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini”.

Ketentuan ini pasti dibuat bukan tanpa maksud. Organisasi diharapkan membuat pelaksanaan bantuan hukum lebih baik karena adanya lapisan pengawasan dan kerja bersama. Advokat secara etika profesi diawasi oleh organisasi advokat dan kinerjanya diawasi oleh organisasi bantuan hukum. Oleh karena itu verifikasi dan akreditasi adalah diperuntukan bagi OBH, bukan pengacara.

Verifikasi & akreditasi untuk 2019-2021 yang diselenggarakan tahun 2018 diikuti oleh 864 OBH
dengan 512 OBH yang melengkapi data dan lulus 192 OBH. Sedangkan untuk OBH lama dari
405 sejumlah 332 OBH kembali mendapatkan akreditasi.

Penyelenggaraan Bantuan Hukum pada akreditasi periode Tahun 2013 s.d. 2015 dengan rata-rata anggaran sebesar 45M untuk 310 OBH, kemudian pada periode Tahun 2016 s.d. 2018 dengan rata-rata anggaran sebesar 48M untuk 405 OBH. Sedangkan untuk periode penyelenggaraan Tahun 2019 s.d 2021 sebesar 53M untul 524 OBH.

Verifikasi dan akreditasi tahun ini dilaksanakan selama kurang lebih 4 bulan sejak bulan Agustus
2018 yang diselenggarakan oleh BPHN dengan membentuk Panitia Verifikasi dan Akreditasi (Tim
7) diantaranya: Yosep Adi Prasetyo-Tokoh Masyarakat-Ketua Dewan Pers Indonesia, Kartini Istikomah- Dosen- Komisioner Ombudsman 2011-2016, Taswem Tarib-Akademisi-Dosen Univ. Jayabaya-Mantan Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi DKI Jakarta, Choky Risda Ramadhan-Akademisi-Dosen Univ. Indonesia-Ketua MAPPI dan Asfinawati-Praktisi Advokat- Ketua Umum YLBHI. Tim 7 dibantu oleh Kelompok Kerja Pusat (BPHN) dan Kelompok Kerja

Daerah (Kanwil) dengan metode verifikasi secara administrasi dan faktual lapangan. Hasil verifikasi tersebut diteruskan kepada Tim 7 untuk penetapan kelulusan dan akreditasi. Penetapan kelulusan dilakukan secara mendetail dan memeriksa secara substansial terhadap seluruh dokumen OBH.

Dalam proses ini ditemukan berbagai penyimpangan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangdan, antara lain:
1. Kasus tidak atas nama OBH dengan berbagai varian yaitu kasus atas nama advokat lain yang
tidak terdaftar, kasus atas nama OBH lain atau cabang lain, kasus atas nama law office/firma hukum;
2. Klien bukan Orang Miskin;
3. Berkas perkara berbeda dengan judul perkara;
4. Surat kuasa tanpa register pengadilan yang apabila dibandingkan dengan nama OBH, keterangan di putusan tentang didampingi tidaknya, terindikasikan dibuat kemudian setelah proses.
5. Pemalsuan dokumen dalam berbagai modus :
a) Pemalsuan stempel kepolisian;
b) Surat kuasa setelah putusan pengadilan;
c) Meng-edit putusan dan penunjukan hakim;
d) Memanipulasi foto kegiatan penyuluhan hukum
e) Kantor berubah menjadi butik, toko, rumah dijual;
f) Kantor tidak representatif/tidak layak;
g) Manipulasi tandatangan surat kuasa dan peserta penyuluhan hukum;
6. Tidak didampinginya Terdakwa/Penerima Bankum oleh Advokat;
7. Men-subkontrak-an dan penanganan kasus tidak atas nama OBH ybs;
8. Menerima uang dari Penerima Bankum dengan jumlah tidak wajar (melebihi perkiraan biaya perkara);

Disamping itu, selama periode akreditasi setiap tahun, BPHN selaku Panitia Pengawas Pusat yang dibantu oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi selaku Panitia Pengawas Daerah melaksanakan mekanisme kontrol melalui pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap layanan bantuan hukum yang diberikan oleh OBH kepada Penerima Bantuan Hukum. Pemantauan dan evaluasi tersebut dilakukan secara survey langsung dengan menggunakan metode Indeks Kinerja OBH dalam 4 (empat) dimensi penilaian yaitu: Informasi tentang Bantuan Hukum; Pengetahuan tentang Bantuan Hukum; Layanan Bantuan Hukum; dan Integritas Bantuan Hukum. Hasil atas Indeks Kinerja OBH berupa penilaian puas atau tidaknya layanan yang diterima oleh Penerima Bantuan Hukum.

Sebagai kesimpulan total OBH yang Lulus Verifikasi Akreditasi Periode Tahun 2019-2021 adalah
524 OBH atau bertambah sebanyak 119 OBH dari 405 OBH Lama. Verifikasi dan akreditasi tahun ini berusaha menjaring OBH yang berintegritas dan berkualitas dalam pemberian layanan bantuan hukum sebagai bagian dari pemenuhan hak akses terhadap keadilan.

Lampiran Siaran Pers

1. Dasar Hukum
a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum;
b) PP Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan
Penyaluran Dana Bantuan Hukum;
c) Permenkumham Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga
Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan;
d) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 10 Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 63 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10
Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum;
e) Petunjuk Pelaksanaan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor: PHN-HN.04.03-09
Tahun 2018 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Pemberi Bantuan Hukum Serta
Perpanjangan Sertifikasi.

2. Data OBH
1) OBH Lama
a) Jumlah OBH Lama = 405 OBH
b) OBH Lama yang Berlanjut = 332 OBH
a. Akreditasi A = 9 b. Akreditasi B = 63 c. Akreditasi C = 260
d. Status Akreditasi OBH Lama :
1. Naik = 24
2. Tetap = 284
3. Turun = 24
c) OBH Lama yang Dicabut = 73 OBH

2) OBH Hasil verifikasi 2018 (OBH Baru)
a) Jumlah OBH Baru yang mendaftar = 864 OBH
b) OBH baru yang melengkapi data = 512 OBH
a. Lulus = 192 OBH
b. Tidak Lulus = 320 OBH
c) Akreditasi seluruh OBH baru adalah C

3. Kriteria Kelulusan dan Akreditasi 2018 (OBH Baru)
a. Akreditasi

Akreditasi A : Akreditasi B : Akreditasi C :
1) Litigasi 60 Kasus;

1) Litigasi 30 Kasus;

1) Litigasi 10 Kasus;

b. Tidak lulus :
1) Kasus atas nama Advokat lain yang tidak terdaftar;
2) Kasus atas nama OBH lain atau cabang lain;
3) Kasus atas nama law office/firma hukum;
4) Klien bukan Orang Miskin;
5) Berkas perkara berbeda dengan judul perkara;
6) Surat kuasa tanpa register pengadilan;
7) Pemalsuan dokumen dalam berbagai modus :
a) Pemalsuan stempel kepolisian;
b) Surat kuasa setelah putusan pengadilan;
c) Meng-edit putusan dan penunjukan hakim;
d) Memanipulasi foto kegiatan penyuluhan hukum
e) Kantor berubah menjadi butik, toko, rumah dijual;
f) Kantor tidak representatif/tidak layak;
g) Manipulasi tandatangan surat kuasa dan peserta penyuluhan hukum;

4. Kriteria Akreditasi Ulang/Perpanjangan Sertifikasi (OBH Lama)
a. Naik :
1) Memenuhi syarat akreditasi yang dituju (jumlah litigasi, jumlah nonlitgasi, jumlah advokat, dan jumlah paralegal);
2) Mampu menyerap anggaran lebih dari 90% dari yang disediakan setiap tahun akreditasi
2016-2018;
3) Melaksanakan Probono minimal 9 kasus selama tahun akreditasi 2016-2018;
b. Turun :
1) Tidak bisa mempertahankan syarat akreditasi yang sudah didapatkan selama tahun akreditasi 2016-2018 (jumlah litigasi, jumlah nonlitigasi, jumlah advokat, dan jumlah paralegal);
2) Menyerap anggaran kurang dari 50% dari yang disediakan setiap tahun akreditasi 2016 –
2018;
3) Namun, tidak dijadikan turun apabila melaksanakan Probono minimal 9 kasus selama tahun akreditasi 2016-2018;
c. Cabut :
1) Tidak aktif selama periode akreditasi tahun 2016-2018;
2) Tidak daftar akreditasi ulang;
3) Adanya temuan pelanggaran diantaranya :
a) Tidak teregisternya surat kuasa oleh PN setempat;
b) Tidak didampinginya Terdakwa/Penerima Bankum oleh Advokat;
c) Men-subkontrak-an dan penanganan kasus tidak atas nama OBH ybs;
d) Menerima uang dari Penerima Bankum dengan jumlah tidak wajar;
d. Tetap :
Apabila tidak memenuhi kriteria Naik, Turun, atau Cabut;

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp Informasi