BeritaKajian

PERADI-KAI-PERADI SAI Bahas RKUHP : Belum Secara Substantif Akomodir Masukan Organisasi Advokat

Pemerintah dan DPR berencana akan mengesahkan RKUHP pada November 2022. Namun kami, tiga organisasi advokat yang terdiri dari PERADI, KAI, dan Peradi SAI memandang bahwa dalam draf RKUHP terbaru per 9 November 2022 masih belum mengakomodir rekomendasi yang disampaikan sebelumnya pada Agustus 2022 khususnya mengenai pasal-pasal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas advokat. Oleh karenanya, ketiga organisasi advokat meminta Pemerintah dan DPR agar memastikan proses pembahasan RKUHP di DPR dalam masa sidang ini dapat menggambarkan partisipasi publik yang nyata, utamanya datang dari bagian peradilan yaitu Advokat.

Ketiga organisasi advokat sebelumnya menyelenggarakan Seminar Nasional Organisasi Advokat untuk memberikan masukan kepada DPR dan Pemerintah terkait RKUHP pada 3 Agustus 2022 dengan mengundang Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Prof. Eddy Hiariej, hingga Wakil Ketua MPR RI dan Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, untuk menyampaikan secara resmi masukan terhadap draf RKUHP. Di luar itu, kami juga telah memasukkan rekomendasi kami di acara sosialisasi yang dilakukan Pemerintah di berbagai daerah.

Beberapa isu yang kami sebagai Organisasi Advokat soroti yakni terkait dengan pasal-pasal yang akan berdampak pada kewenangan dan tugas advokat untuk melindungi HAM kliennya, antara lain mengenai: (1) perumusan pasal obstruction of justice (tindak pidana menghalang-halangi proses peradilan), (2) perumusan pasal contempt of court (tindak pidana gangguan dan persesatan proses peradilan), dan (3) mengenai tindak pidana jabatan terhadap proses peradilan.

Namun faktanya, perubahan pada draf terbaru RKUHP yang diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR untuk dibahas pada 9 November 2022, masih belum sepenuhnya memperhatikan rekomendasi yang telah disampaikan. Meskipun kami perlu mengapresiasi Pemerintah yang sudah mengakomodir masukan kami terkait pasal contempt of court. Sebelumnya, perbuatan yang dilarang yakni “tanpa izin pengadilan merekam, mempublikasikan secara langsung, atau memperbolehkan untuk dipublikasikan proses persidangan” (Pasal 280 huruf c draf RKUHP per 4 Juli 2022), kemudian diubah sebagaimana kami rekomendasikan menjadi “tanpa izin pengadilan mempublikasikan proses persidangan secara langsung” (Pasal 278 huruf c draf RKUHP yang dibahas per 9 November 2022).

Sayangnya, pada isu lain yang juga krusial seperti rekomendasi perumusan pasal obstruction of justice dan tindak pidana jabatan terhadap proses peradilan, tidak ditemukan perubahan sama sekali dari draf RKUHP sebelumnya per 4 Juli 2022. Untuk itu, ketiga organisasi advokat mendesak DPR dalam masa persidangan ini untuk membahas RKUHP secara substansial dan mengakomodir masukan sebagaimana yang telah disampaikan antara lain:

1. Perumusan tindak pidana obstruction of justice masih belum jelas dan tidak ketat sehingga rentan disalahgunakan oleh penegak hukum. Perumusan pasal tersebut minimal harus seketat yang diatur dalam Pasal 221 KUHP yang menempatkan ‘mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung proses peradilan’ sebagai tujuan pelaksanaan delik, bukan perbuatan, serta menyebutkan dengan jelas mengenai perbuatan-perbuatan apa saja yang termasuk dalam kategori menghalang-halangi proses peradilan.

2. Dalam lingkup tindak pidana obstruction of justice, perlu juga mengatur tindak pidana “rekayasa kasus” berdasarkan “rekayasa bukti” dalam persidangan, atau fabricated evidence. Ketentuan ini belum diatur dalam aturan sekarang secara spesifik. Untuk melindungi kerja-kerja dari advokat dan kliennya, maka aturan ini sangat mendesak diatur untuk juga menjaga integritas peradilan pidana.

3. Lingkup pengaturan tindak pidana jabatan terhadap proses peradilan harus meliputi perbuatan-perbuatan antara lain: pemaksaan dalam memberikan keterangan, penyiksaan demi mendapat pengakuan bersalah, penggeledahan rumah atau tubuh yang melawan hukum, penyitaan yang menyalahi ketentuan peraturan perundangan, hingga perampasan kemerdekaan seseorang secara melawan hukum.

4. Rekomendasi lainnya untuk pengaturan pasal contempt of court yakni menjadikannya sebagai delik aduan yang terbatas hanya dapat diadukan oleh hakim yang memimpin persidangan masih belum diakomodir. Hal tersebut penting diatur untuk memastikan agar proses dalam persidangan tidak diintervensi oleh para pihak di luar atau di dalam persidangan yang menyasar pihak-pihak tertentu dalam persidangan.

Jakarta, 9 November 2022
Hormat Kami,

Pimpinan Organisasi Advokat
Dr. Luhut M. P. Pangaribuan, S.H., LL.M. (Ketua Umum DPN PERADI) – Dr. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, S.H., M.H., CLA., CIL., CLI., CRA. (Presiden KAI) – Dr. Juniver Girsang, S.H., M.H. (Ketua Umum DPN Peradi SAI)

CP:
1) Dr. A. Patra M.Zen, S. H, LLM (Sekjen Peradi SAI)
2) ADV. Ibrahim Massidenreng, S.H., CLA., CIL (Sekum KAI)
3) Zainal Abidin, S.H., MLaw&Dev (Ketua Bidang Penelitian, Publikasi, Dan Pengembangan Organisasi PERADI) – +62 877-7848-2036

Sumber : PERADI

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp Informasi