Istri Melakukan Penggelapan, Bisakah Dilaporkan Ke Polisi?

Perkenankan Admin untuk bertanya dengan kronologi berikut ini;
Seorang Istri melunasi dan mengambil BPKB. Kemudian menjual mobil tanpa sepengetahuan suaminya, serta memalsukan tanda tangan suami dan surat kuasa palsu.
Pertanyaan
Apakah bisa dilaporkan ke polisi atas pasal 378, 372, 263 KUHP?
Jawaban
Dalam masalah yang sedang dihadapi tersebut berlaku Pasal 367 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang berbunyi sebagai berikut:
1) Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami (istri) dan orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.
Mengenai Pasal 367 ayat (1) KUHP, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 255) menjelaskan bahwa:
Pencurian atau membantu pada pencurian atas kerugian suami atau istrinya tidak dihukum, oleh karena kedua orang itu sama-sama memiliki harta-benda suami-istri. Hal ini didasarkan pula atas alasan tata-susila. Bukankah mudah dirasakan tidak pantas, bahwa dua orang yang telah terikat dalam surat hubungan suami-istri, pertalian yang amat erat yang biasa disebut perkawinan itu oleh penuntut umum (wakil pemerintah) diadu satu melawan yang lain di muka sidang pengadilan. Baik mereka yang tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Sipil, maupun yang tunduk pada hukum Adat (Islam), selama tali perkawinan itu belum terputus maka pencurian antara suami-istri tidak dituntut.
Jadi, selama suami dan istri masih terikat dalam perkawinan, suami tidak dapat melaporkan istrinya atas tuduhan pencurian atau penggelapan karena adanya percampuran harta (harta bersama) karena perkawinan. Hal ini juga diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Sekalipun, jika di antara suami dan istri memiliki perjanjian pisah harta, dan harta yang digelapkan oleh istrinya, menurut perjanjian tersebut, adalah milik suami, menurut R. Soesilo perbuatan yang demikianpun tidak dapat dituntut.
Kami sependapat dengan pendapat Soesilo tersebut karena meskipun ada perjanjian pisah harta antara suami-istri, namun secara tata-susila tidak pantas dua orang yang masih berstatus suami-istri bersengketa di muka pengadilan mengenai harta.
Demikian jawaban yang telah disampaikan, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Referensi :
www.hukumonline.com