Agenda

Bantuan Hukum dalam Pandangan Teori Keadilan Bermartabat

Teori keadilan bermartabat merupakan suatu keadilan yang disediakan oleh sistem hukum yang berdimensi spiritual (rohaniah) dan material (kebendaan). Teori keadilan bermartabat merupakan teori keadilan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila terutama sila kedua yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradab dan dijawai oleh sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Istilah adil dan beradab sebagaimana yang dimaksud dalam sila kedua Pancasila tersebut, oleh Notonagoro dimaknai dengan rasa kemanusiaan yang adil terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia, dan terhadap Tuhan (causa prima). Dengan dilandasi oleh sila kemanusiaan yang adil dan beradab tersebut, maka keadilan hukum yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah keadilan yang memanusiakan manusia. Oleh Teguh Prasetyo keadilan yang memanusiakan manusia disebut sebagai teori keadilan bermartabat (Teguh Prasetyo: 2015). Dalam artian bahwa meskipun seseorang telah bersalah secara hukum namun orang tersebut harus tetap diperlakukan sebagai manusia sesuai dengan hak-hak yang melekat pada dirinya. Sehingga keadilan bermartabat merupakan keadilan yang menyeimbangkan antara hak dan kewajiban (Teguh Prasetyo 2015).

Teori Keadilan Bermartabat mendukung kebijakan pemberian bantuan hukum dalam perkara pidana yang berorientasi kepada filosofi hukum untuk manusia. Artinya, hukum, termasuk pengaturan mengenai bantuan hukum bagi pencari keadilan yang tidak mampu, harus melayani manusia. Dalam perspektif Teori Keadilan Bermartabat, bantuan hukum dengan demikian bukan sebaliknya membawa manusia pencari keadilan yang tidak mampu untuk harus ditundukkan atau berhamba kepada peraturan perundang-undangan, seperti misalnya UU No. 18 Tahun 2003; kecuali hukum menghendakinya. Mutu hukum, dalam hal ini peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai bantuan hukum, khususnya UU No. 18 Tahun 2003, ditentukan oleh kemampuan mereka yang memahami peraturan-perundang undangan itu untuk diarahkan pengertiannya kepada mengabdi kesejahteraan manusia.

Ditinjau dari perspektif keadilan bermartabat, pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu merupakan salah satu perwujudan dari memanusiakan manusia, yaitu perwujudan dari penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang. Meskipun tidak mampu tetap harus mendapatkan bantuan dan pembelaan oleh advokat. Hal tersebut juga merupakan wujud dari persamaan di depan hukum. Meskipun orang tersebut tidak mampu tetap harus dipenuhi hak-haknya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Salah satu bentuk hak tersebut adalah memperoleh pembelaan dan bantuan hukum. Sebagai penerima bantuan hukum berhak:

  1. Mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama penerima bantuan hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;
  2. Mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standar bantuan hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan
  3. Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain mendapatkan hak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 UU No. 16 Tahun 2011, penerima bantuan hukum juga wajib:

  • Menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada pemberi bantuan hukum;
  • Membantu kelancaran pemberian bantuan hukum.

Pemberian bantuan hukum kepada masyarakat miskin merupakan wujud dari pemenuhan hak konstitusional setiap warga negara terutama hak persamaan di depan hukum dan hak atas perlindungan hukum. Pemberian bantuan hukum terhadap masyarakat miskin juga merupakan wujud pemberian keadilan terutama keadilan yang bermartabat. Yaitu keadilan yang memanusiakan manusia, yaitu perwujudan dari penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang. Meskipun tidak mampu tetap harus mendapatkan bantuan dan pembelaan oleh advokat. Hal tersebut juga merupakan wujud dari persamaan di depan hukum. Meskipun orang tersebut tidak mampu tetap harus dipenuhi hak-haknya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Sumber: Tri Astuti Handayani, BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TIDAK MAMPU DALAM PERSPEKTIF TEORI KEADILAN BERMARTABAT, Jurnal Refleksi Hukum, Vol. 9 No. 1 tahun 2015.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp Informasi