Pejalan Kaki Menyebrang Jalan Sembarangan dan Tertabrak, Salahkah Sopir Tersebut?

Perkenankan Admin untuk bertanya dengan kronologi berikut ini;
Contohnya ada sebuah kecelakaan lalu lintas antara sebuah truk dengan seorang pejalan kaki. Truk sedang melaju di jalan raya. Tiba-tiba seorang pejalan kaki memotong jalan/menyeberang tanpa memperhatikan kendaraan dari arah manapun yang mengakibatkan ia tertabrak. Para saksi mata mengatakan pejalan kaki yang bersalah.
Pertanyaan
Apakah dalam hal ini sopir bus dapat dituntut sedangkan ia tidak bersalah?
Jawaban
Mengenai bersalah atau tidak bersalah, merupakan hal yang harus dibuktikan di depan pengadilan. Pengadilan yang akan memutuskan apakah si tersangka/terdakwa memenuhi unsur dalam melakukan tindak pidana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum.
Biasanya untuk kecelakaan yang mengakibatkan kematian, Jaksa Penuntut Umum biasanya mengenakan Pasal 359 KUHP, yang menyatakan sebagai berikut:
“Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana paling lama 5 tahun atau pidana paling lama satu tahun.”
Jika orang lain yang menjadi korban kecelakaan tidak mengalami kematian maka akan dikenakan Pasal 360 KUHP, dengan ancaman yang sama.
Berdasarkan hal di atas, maka perlu dibuktikan apakah:
1. Pelaku memang lalai?
2. Kelalaian pelaku mengakibatkan orang lain mati/luka?
Dalam kasus diatas, maka harus dibuktikan apakah si sopir truk dalam melaksanakan pekerjaannya (menyetir truk) sudah melaksanakan pekerjaannya dengan hati-hati? Misalnya, mematuhi rambu-rambu lalu lintas, menjalankan bus dengan kecepatan yang diatur oleh Undang-Undang, mengendarai truk yang laik pakai, memuat bawaan tidak melebihi kapasitas, dan menyopir tidak dalam keadaan mengantuk/mabuk atau tidak menelpon/melakukan komunikasi dalam keadaan menyetir.
Jika memang dapat dibuktikan bahwa pelaku tidak lalai, dalam arti tidak memenuhi unsur kealpaan, maka pelaku tidak dapat dipersalahkan. Tentu saja hal tersebut dibuktikan dengan alat bukti yang sah, dan memenuhi syarat minimal pembuktian. Artinya, pembuktian tersebut tidak boleh hanya didapat dari keterangan yang diberikan oleh sopir truk sebagai tersangka/terdakwa, tetapi dari alat bukti lain sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, misalnya surat keterangan dokter (alat bukti surat), keterangan saksi atau keterangan ahli.
Demikian jawaban yang telah disampaikan, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Referensi :
www.hukumonline.com





Informasi